Ketaatan Akal Kepada Hikmah Allah swt


.


Saya merenungkan suatu hal yang sangat aneh dan mengagumkan , bagaimana Allah menciptakan segala sesuatu dengan sangat sempurna dan disertai hikmahnya dibaliknya. Itu semua menggambarkan kesempurnaan Sang Khaliq dan kelembutan hikmah-Nya.

Jasmani manusia yang semula yang semula gagah perkasa itu perlahan berubah menjadi tua renta. Akal pastilah bertanya, mengapa hal yang jauh lebih mengagumkan. Misalnya, seorang anak muda telah dipanggil ke ribaan Allah disaat ia mencapai puncak masa remajanya. Yang lebih aneh adalah direngkuhnya seorang anak kecil oleh Allah swt. Dari pengakuan ayah bundanya saat itu ia belum menunjukan suatu hal yang negatif dan Allah tidak memiliki kepentingan apa-apa dengan diambilnya anak itu dari kedau orang tuanya. Saat itu, pastilah mereka amat membutuhkan kehadiran anak itu.

Saya masih terus merenungkan sejumlah tanggung jawab syariat yang dibebankan oleh manusia (taklip). Ketika akal lagi mampu menggapai hikmah dibalik semua peristiwa itu, saya sadar bahwa akal saya sangatlah terbatas. Oleh karena itulah, banyak kewajiban syariat yang tidak perlu dan tidak dapat dipertanyakan. Akal ahirnya menyadari betapa nyatanya hikmah sang khaliq yang menyertai segala ciptaan-nya. Lantas, patutlah kita mengingkari kebesaraan Allah yang terlihat dibalik segala hikmah-Nya ?. Akal akan berkata, " Aku mengetahui dengan pasti bahwa dia sangatlah bijaksana, sedangkan aku sangatlah lemah untuk mengetahui segala musabah, maka aku dengan tulus menaati apa yang dia perintahkan."